BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
-
Untuk mengetahui pengaruh dominan dan resesif
terhadap fenotip dan individu
-
Untuk mengetahui
adanya gen-gen yang dominan dan resesif
-
Untuk mengetahui penggabungan acak antara gamet jantan
dan gamet betina dari F1 pada saat pembuahan atau fertilisasi
1.2 Tinjauan Pustaka
1..2.1
Pewarisan Mendel
Gregor mendel merupakan pencetus berbagai prinsip dasar genetika. Pada
akhir abad ke sembilan belas, beliau mengenali adanya unit informasi yang
diwariskan untuk pembentukan sifat yang dapat diamati pada organisme. Ini
merupakan konsep utama gen (Bresnick, 2003).
1.
Mendel mempelajari pewarisan sifat pada tumbuhan kacang
ercis. Pada setiap tumbuhan, sifat masing-masing muncul sebagai salah satu dari
dua bentuk, misalnya biji kuning atau hijau, biji bulat atau keriput, tangkai
pendek atau tinggi. Singkatan berikut ini dipergunakan dalam genetika Mendel.
a.
P-generasi parental. Setiap jenis parental merupakan
galur murni, artinya hanya memproduksi keturunan dengan salah satu dari sifat
alternatif di atas.
b.
F1-generasi turunan (filial) pertama. Tumbuhan ini
disilangkan satu dengan lain untuk memproduksi generasi F2.
c.
F2-generasi turunan kedua. Tumbuhan ini dihasilkan dari
persilangan dua tumbuhan F1 (Bresnick, 2003).
2.
Metode Mendel adalah menyilangkan dua galur murni dengan
bentuk yang berbeda dari suatu sifat.
3.
Kesimpulan Mendel termasuk yang berikut ini :
a.
Informasi untuk suatu sifat (misalnya, warna kulit
kacang) adalh faktor tertentu yang diwariskan (gen).
b.
Gen berada dalam bentuk berpasangan, disebut alel. Alel
adalah bentuk lain suatu gen untuk sifat tertentu.
c.
Pada organisme diploid, alel dominan suatu gen mungkin
menutupi ekspresi fenotip alel resesif. Untuk gen warna kulit kacang, G adalah
alel dominan (hijau); g adalah alel resesif (kuning).
-
Tumbuhan generasi P yang merupakan galur murni, bersifat
homozigot untuk semua alelnya: GG (hijau) dan gg (kuning).
-
Semua tumbuhan F1 adalah hibrid atau organisme yang
membawakedua alel untuk gen tertentu. Tumbuhan F1 bersifat alal heterozigot
untuk kedua alel. Meskipun Gg adalah genotip F1, hanya alel dominan G yang
muncul pada fenotip (hijau) (Bresnick, 2003).
d.
Kedua alel saling memisah ketika suatu hibrid memproduksi
gamet. Pemisahan (segresi) ini berlangsung secara acak sehingga setengah dari
gamet tersebut menerima alel G, dan setengahnya lagi menerima alel g. Ini merupakan hukum
Mendel pertama-hukum segresi secara bebas.
e.
Persilangan F1 yang digambarkan di atas disebut
persilangan monohibrid (satu sifat yang bersegresi). Pada fertilisasi setiap induk
F1 menyumbangkan sebuah gamet yang mengandung G atau g kepada keturunannya.
Gamet mana yang akan menyatukan ditentukan secara acak.
4.
Genotip F2 dapat diperkirakan menggunakan metode segi
empat punnute. Alel yang disumbangkan oleh spermatozoa dan telur diletakkan
berturut-turut pada sisi atas dan kiri tabel. Turunan F2 yang dihasilkan dari
setiap fertilisasi diletakkan di dalam kotak segi empat (Bresnick, 2003).
5.
Genotip pada tumbuhan hijau dapat ditentukan dengan uji
silang.
a.
Jika genotip adalah GG, seluruh turunan akan Gg (hijau).
b.
Jika genotip adalah Gg, setengah dari turunan akan Gg
(hijau) dan setengahnya lagi gg (kuning) (Bresnick, 2003).
6.
Segresi maupun fertilisasi terjadi terjadi secara acak.
Dengan demikian, aturan probabilitas dapat diterapkan untuk memperkirakan
genotip atau fenotip pada persilangan Mendel.
a.
Aturan multiplikasi menyebutkan bahwa probabilitas untuk
dua kejadian akan berlangsng sebanding dengan produk kemungkinan dalam setiap
kejadian independen yang akan terjadi. Misalnya, pada persilangan F1 (Gg x Gg),
kemungkinan tumbuhan F2 mempunyai kulit berwarna kuning dapat ditentukan
sebagai berikut:
-
Tumbuhan kacang berkulit kuning (gg) harus menerima alel
dari telur maupun spermatozoa. Probabilitas adanya g di dalam telur = ½.
Probabilitas adanya di dalam spermatozoa = ½.
-
Probabilitas g dalam telur dan spermatozoa merupaka hasil
kali dari probabilitas masing-masing: ½ x ½ = ¼. Dengan demikian, 25% tumbuhan
kacang F2 seharusnya berkulit kuning (Bresnick, 2003).
b.
Aturan tambahan menyatakan bahwa probabilitas terjadi
salah satu dari kedua kejadian dapat diperkirangan dengan menanbahkan
probabilitas kejadingan selingan. Misalnya, dalam persilangan F1, probabilitas
suatu tumbuhan F2 adalah Gg dapat ditentukan sebagai beikut:
-
Probabilitas G telur dan g spermatozoa = ½ x ½ = ¼.
-
Probabilitas g telur dan G spermatozoa = ½ x ½ = ¼.
-
Probabilitas salah satu dari dan kedua kejadian ini
adalah jumlah probabilitas masing-masing; ¼ + ¼ = ½. Dengan demikian, 50%
tumbuhan F2 seharusnya Gg (Bresnick, 2003).
1.2.2
Syarat-Syarat
Hukum Mendel
Hukum Mendel berlaku bilamana ada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.
Survivel gamet sama.
2.
Survivel zigot sama.
3.
Survivel embrio/anak sama.
Jadi Hukum Mendel berlaku jika tidak dijumpai adanya pethalitas dari sifat
pertenal maupun sifat maternal, atau pun gabungan kedua sifat ini. Hal ini
perlu, guna menjaga agar rasio tetap tidak berubah (
Elrod, 2002).
1.2.3
Mendelisme
1. Perkawinan Dua Individu Dengan 1 Beda Sifat
A. Dominasi penuh
Waktu Mendel mengawinkan tanaman kapri yang berbunga merah putih, ternyata
semua keturunan berikutnya memisah dengan :
3 merah : 1 putih
Merah >< putih
merah
>< putih
merah merah
merah putih
3
: 1
Jadi perkawinan dua
individu dengan satu sifat beda, dimana terdapat dominasi penuh akan
menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan 3 : 1. Gen yang dalam memberikan
pengaruh menutupi gen lainnya dinamakan gen dominan. Sedangkan gen yang
tertutup oleh gen lain dinamakan gen resesif.
B. Dominasi Tidak Penuh
Kadang-kadang faktor keturunan tidak memperlihatkan pengaruh sepenuhnya
pada suatu individu.
Contoh :
Pada tanaman bunga
: Mirabilis jalapa (bunga pukul
empat).
Andaikan : R = gen untuk warna merah
r = gen umtuk
warna putih
Perkawinan antar
tanaman berbunga putih dan berbunga merah memberikan keturunan tanaman yang
berbunga merah jambu.
Keturunan F2 dapat
diikuti sebagai berikut :
P ♀ RR >< ♂ rr
merah putih
F1 Rr
merah jambu
membentuk gamet-gamet
♀ = R dan r
♂ = R dan r
♂
♀
|
R
|
R
|
R
|
RR
Merah
|
Rr
Merah jambu
|
R
|
Rr
Merah jambu
|
Rr
Putih
|
Tabel Mirabilis
jalapa (bunga pukul empat) dominasi tidak penuh
Jadi pada dominasi
tidak penuh 2 monohibrid akan memberikan keturunan F2 dengan perbandingan 1 : 2
: 1.
2. Perkawinan Dua
Individu Dengan 2 Beda Sifat
Contoh : Pada
marmot dikenal gen-gen
B = gen untuk warna
rambut hitam
b = gen untuk warna
rambut putih
L = gen untuk
rambut panjang
l = gen untuk
rambut pendek
Bagaimanakah keturunan
F2 dari perkawinan antara marmot jantan berambut hitam, panjang dengan marmot
betina putih berambut pendek.
P ♀ bb ll >< BB LL ♂
putih hitam
rambut pendek rambut panjang
gamet ♀ : bl
gamet ♂ : BL
F1 : BbLl
hitam
rambut panjang
gamet-gamet : ♂ :
BL, Bl, bL, bl
♀ : BL, Bl, bL, bl
Jadi perkawinan dua
dihibrid akan memberikan turunan dengan perbandingan 9 hitam panjang : 3 hitam
pendek : 3 putih panjang : 1 putih pendek atau sebagai 9 : 3 : 3 : 1.
3. Perkawinan Dua
Individu Dengan 3 Beda Sifat
Kecuali sifat-sifat yang diceritakan di muka maka pada marmot masih dikenal
sifat lainya misalnya :
Soal kasar atau
halusnya rambut :
Andaikan :
B = gen untuk warna hitam
b = gen untuk warna putih
L = gen untuk rambut panjang
l = gen untuk rambut pendek
R = gen untuk rambut kasar
r = gen untuk rambut halus
Bagaimanakah
keturunan F2 dari 2 perkawinan 2 marmot yang masing-masing punya genotip,
P♀ bb ll rr >< ♂ BB LL RR
putih, pendek, halus
hitam, panjang, kasar
F1 : Bb Ll Rr
hitam, panjang, kasar
gamet-gamet ♂ :
BLR, BLr, BlR, Blr, bLR, bLr, blR, blr
gamet-gamet ♀ :
BLR, BLr, BlR, Blr, bLR, bLr, blR, blr
F2 dalam keturunan
ini akan diperoleh (23)2 = 64 kombinasi.
-
27 kobinasi dengan 3 faktor dominan
-
9 kombinasi dengan 2 faktor dominan
-
9 kombinasi dengan 2 faktor dominan
-
9 kombinasi dengan 2 faktor dominan
-
3 kombinasi dengan 1 faktor dominan
-
3 kombinasi dengan 1 faktor dominan
-
3 kombinasi dengan 1 faktor dominan
-
1 kombinasi dengan 0 faktor dominan
Jumlah : 64 kombinasi dengan 12 faktor dominan
Jadi keturunan F2 dari perkawinan 2 trihibrid akan
memperlihatkan perbadingan = 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1 (
Elrod, 2002 ).
1.2.4
Hubungan Domininansi
Tiga poin utama mengenai hubungan dominansi/keresesifan
1.
Hubungan dominansi/keresesifan membentang dari dominansi
sempurna, melewati berbagai tingkatan dominansi taksempurna, sampai dominan.
2.
Hubungan dominansi/keresesifan merefleksikan mekanisme
dimana lewat mekanisme ini alel-alel tertentu diekspresikan pada fenotip dan
tidak melibatkan kemampuan sebuah alel untuk mengatasi alel lainya pada
tingkatan DNA.
3.
Hubungan dominansi/keresesifan tidak menentukan
kelimpahan relatif alel dalam populasi (Campbell et al., 2002).
BAB II
METODE KERJA
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi dasar yang berjudul “ Genetika
Percobaan Persilangan Monnohibrid dan Dihibrid Mendel” dilaksanakan pada hari
Sabtu, 16 November 2013 pada jam
10.00-12.00 WITA bertempat di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman
Samarinda, Kalimantan Timur.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1
Bahan
- Monohibrid
· Dua
kancing merah
· Dua
kancing putih
- Dihibrid
· 16
pasang kancing dengan kombinasi warna : empat merah-hitam, empat merah-hijau, empat putih-hitam, dan empat
putih-hijau
· Dua
buah kantong
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Persilangan monohibrid
- Dilekatkan
dua kancing merah dan putih (warna merah untuk alel R dan warna putih untuk
alel r. Alel R merupakan pembawa sifat warna bunga merah dan alel r untuk bunga
warna putih).
- Dilemparkan
dua pasang kancing secara serempak, Dicatat kombinasi sisi kancing yang muncul
(RR, Rr, rr).
- Diulangi
pelemperan hingga 200 kali. Pelemparan ini dianalogikan sebagai gabungan
gamet-gamet jantan dan betina F1 secara acak pada saat fertilisasi. Alel R
bersifat dominant terhadap alel r, maka akan dihasilkan dua fenotip dengan
perbandingan 3:1 untuk merah : putih.
- Diuji
data percobaan yang diperoleh dengan Chi-square test (X2)
- Dicatat
hasil pengamatan
2.3.2 Persilangan Dihibrid
-
2 buah kantong
dimasukan 16 pasang kancing dengan kombinasi:
a. 4
merah-hitam (RB) = bunga merah, buah bulat
b. 4
merah-hujau (Rb) = bunga merah, buah oval
c. 4
putih-hitam (rB) = bunga putih, buah bulat
d. 4
putih-hijau (rb) = bunga putik, buah oval
Kantong tersebut
diumpamakan sebagai alat kelamin individu dihibrid (RrBb), sedangkan kombinasi
kancing merupakan gamet-gamet yang dibentuk oleh dihibrid.
-
Diambil kancing
secara bersamaan dari dua kantong yang berbeda sehingga diperoleh kombinasi
kancing. Kombinasi tersebut menggambarkan zigot.
-
Dicatat
hasilnya, dan kembalikan kedua kancing tersebut kekantong asal masing-masing.
-
Dikocok kedua
kantong agar kombinasi kancing itu bercampur kembali.
-
Diulangi
pengambilan kancing hingga 200 kali.
-
Diuji data
percobaan yang diperoleh dengan Chi-square test (X2).
-
Dicatat hasil pengamatan.
BAB III
HASIL DAN PENGAMATAN
3.1Hasil Pengamatan
Dari percobaan yang
telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
3.1.1 Tabel Pengamatan
Monohybrid 1:2:1
Gamet
|
Diamati (O)
|
Harapan (E)
|
|
RR
|
119
|
3/4 x 200 = 150
|
|
rr
|
81
|
1/4 x 200 = 50
|
|
Total
|
200
|
200
|
35,23
|
Db = 2 – 1
= 1
- X2 tabel
= 3,14
Kriteria Uji
Hipotesis Ho X2 hitung <
X2 tabel : maka diterima bahwa sebaran pengamatan tidak berbeda
nyata dengan sebaran harapan.
Hipotesis H1 X2 hitung ≥
X2 tabel : maka sebaran pengamatan berbeda dari sebaran harapan
Kesimpulan :
X2 hitung < X2
tabel
3,14
< 35,23 db, maka diterima sebaran pengamatan berbeda nyata
dengan sebaran harapan. Hukum Mendel I ditolak.
3.1.2 Tabel Pengamatan Dihibrid 9:3:3:1
Gamet
|
Diamati (O)
|
Harapan (E)
|
|
R_B_
|
57
|
9/16 x 200 =112,5
|
|
R_b_
|
50
|
3/16 x 200 = 37,5
|
|
r_B_
|
55
|
3/16 x 200 = 37,5
|
|
r_b_
|
38
|
1/16 x 200 = 12,5
|
|
|
200
|
200
|
91,76
|
Db = k – 1
= 4 – 1
= 3
- X2 tabel
= 7,81
Kriteria Uji
Hipotesis Ho = X2 hitung
< X2 tabel : maka diterima bahwa sebaran pengamatan tidak
berbeda nyata dengan sebaran harapan.
Hipotesis H1 X2 hitung ≥
X2 tabel : maka sebaran pengamatan berbeda dari sebaran harapan
Kesimpulan :
X2 hitung < X2
tabel
7,81
< 91,76, db , maka diterima sebaran pengamatan tidak
berbeda nyata dengan sebaran harapan. Hukum Mendel I ditolak.
4.1 Pembahasan
4.1.2
Monohibrid
Dari hasil yang
telah didapatkan pada persilangan monohibrid yaitu dengan menggunakan kancing yang
berjumlah dua warna yaitu dengan warna merah (R) yang merupakan pembawa sifat
pada kancing merah dan dominan terhadap putih (r) yang merupakan pembawa sifat
pada kancing putih. Setelah dipilih secara acak untuk frekuensi genotipnya
sebanyak 200 kali. Dalam percobaan hukum Mendel I, dilakukan persilangan
monohibrid. Warna merah (RR) bersifat dominan yang disimbolkan dengan kancing
genetik warna merah, dan warna putih (rr) bersifat resesif disimbolkan dengan kancing
genetik warna putih.
Persilangan antara kancing merah (RR) dengan kancing putih (rr)
diperoleh F1 yang 100% berwarna merah (Rr), karena kancing merah bersifat dominan. Jika F1
disilangkan dengan sesamanya (F1), maka diperoleh tiga macam fenotipe yaitu
merah-merah, merah-putih, dan putih-putih. Dengan genotif untuk merah (RR),
merah-putih (Rr), dan putih-putih (rr).
Menurut hukum Mendel I, perbandingan fenotipe untuk persilangan
monohibrid pada F2 adalah 1:2:1. Berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan, untuk pengambilan 200x diperoleh data, yaitu
untuk warna merah-merah sebanyak 60 kali, warna merah-putih sebanyak 59 kali, dan
warna putih-putih sebanyak 81 kali. Sehingga diperoleh perbandingan yang
mendekati angka ratio 1:2:1. Dengan deviasi 2 untuk merah, 2 untuk putih.
Deviasi menyatakan besarnya penyimpangan hasil pengamatan terhadap besarnya
harapan.
Pada tabel pengamatan Monohybrid
1:2:1 :
db = k – 1
= 3 – 1
= 2
- X2
hitung = 35,23
- X2 tabel
= 3,14
Hipotesis Ho X2 hitung < X2
tabel : maka diterima bahwa sebaran pengamatan tidak berbeda nyata dengan
sebaran harapan.
Hipotesis H1 X2 hitung ≥ X2 tabel : maka
sebaran pengamatan berbeda dari sebaran harapan.
Kesimpulan :
X2 hitung < X2 tabel
91.76 < 7,81, db , maka ditolak
sebaran pengamatan tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan. Hukum Mendel I
ditolak.
4.2.2
Dihibrid
Persilangan
dihibrid adalah persilangan antara 2 individu dengan 2 sifat beda, pembuktian
persilangan ini menggunakan Hukum Mendel
II yang berbunyi “gen-gen yang
terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan
dihasilkan 4 macam fenotip dengan perbandingan 9:3:3:1”. Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh data:
-
R_B_
(Merah-Hitam) = 57
-
R_b_
(Merah-hijau) = 50
-
b_R_(putih-Hitam) = 55
-
r_b_
(putih-hijau) = 38
jika hasil tersebut dibuat sebuah perbandingan fenotip
maka dihasilkan perbandingan sebagai berikut:
Merah-Hitam : Merah-hijau : putih-Hitam
: putih-hijau
57 :
50 : 55 : 38
Pendekatan perbandingannya
9:3:3:1. Hasil ini tidak sesuai dengan perbandingan genotip F2 yang
diperoleh Mendel setelah melakukan persilangan antara dua
individu dengan dua sifat beda yaitu dan warna pada kancing yang menghasilkan genotip Merah-Hitam : Merah-hijau :
putih-Hitam : putih-hijau, sedangkan
perbandingan fenotipnya 9:3:3:1.
Pada tabel
pengamatan dihibrid 9:2:3:1 :
Db = k – 1
= 4 – 1
= 3
- X2
hitung = 91.76
- X2 tabel
= 7,81
Hipotesis Ho X2 hitung < X2 tabel
: maka diterima bahwa sebaran pengamatan berbeda nyata dengan sebaran harapan.
Hipotesis H1 X2 hitung ≥ X2 tabel : maka
sebaran pengamatan berbeda dari sebaran harapan
Kesimpulan :
X2 hitung < X2 tabel
91,76 < 7,81, db , maka diterima sebaran pengamatan berbeda
nyata dengan sebaran harapan. Hukum Mendel I ditolak.
4.2.3 Hukum Mendel 1
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen
induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap
gamet menerima satu gen dari induknya. Secara garis besar,
hukum ini mencakup tiga pokok:
1. Gen
memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter
turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resesif (tidak selalu
nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di
sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar,
misalnya R).
2. Setiap individu membawa
sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya rr) dan satu dari tetua betina (misalnya RR).
3. Jika sepasang gen ini merupakan
dua alel yang berbeda (Rs dan sR), alel dominan (R atau S) akan selalu
terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (r atau s) yang
tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk
pada turunannya.
4.2.4
Hukum Mendel II
Dikenal
juga sebagai Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan Secara Bebas. Menurut
hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat
lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk
sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya.
Hukum
Mendel 2 ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida,
yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Misalnya,
bentuk biji (bulat+keriput) dan warna biji (kuning+hijau). Pada persilangan
antara tanaman biji bulat warna kuning dengan biji keriput warna hijau
diperoleh keturunan biji bulat warna kuning. Karena setiap gen dapat
berpasangan secara bebas maka hasil persilangan antara F1 diperoleh tanaman
bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput hijau.
Hukum
Mendel II ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan.
Jika kedua gen itu letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2
ini juga tidak berlaku untuk persilangan monohibrid.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
dapat di simpulkan bahwa :
-
Pengaruh dominan akan
muncul pada fenotip dan individu karena sifatnya yang menutupi gen lain
dibandingkan dengan pengaruh resesif.
-
Gen dominan akan muncul,
karena sifatnya yang menutupi gen lain, sedangkan gen resesif sifatnya tertutup
oleh gen lainnya yang dominan.
-
Didapat penggabungan
acak antara gamet jantan dan gamet betina dari F1 pada saat pembuahan atau
fertilisasi meliputi persilangan monohibrid, monohibrid penuh dan dihibrid.
Pada perbandingan fenotip F2 pada persilangan monohibrid untuk ciri
dominan-resesif adalah 3:1 yang sesuai dengan hukum Mendel I, sedangkan pada F2
bersifat dominan penuh menghasilkan 4 fenotip dengan perbandingan 9:3:3:1
sesuai dengan hukum Mendel II.
4.2
Saran
Untuk praktikum selanjutnya dapat melakukan
percobaan sampai 100 kali saja agar lebih cepat dan efisien waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
Bresnick, S. 2003. Intisari Biologi. Hipokrates. Jakarta. ISBN: 979-492-127-0
Campbell,
N. A., J. B. Reece. 2002. Biologi Edisi
Kelima Jilid
1. Erlangga. Jakarta. ISBN: 979-688-468-2
Elrod,
Susan. 2002. Genetika Edisi ke Empat.
Erlangga. Jakarta. ISBN: 978-979-
015-301-1
0 Komentar